Musyawarah Ganti Rugi Lahan Terdampak Jalur Rel Kereta Bandara YIA di Kaligintung Ricuh

08 November 2019
Dibaca 356 Kali

KULON PROGO - Tahap musyawarah penetapan ganti rugi lahan terdampak pembangunan rel kereta penujang akses Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) di Desa kaligintung, Temon, Rabu (6/11/2019) gagal terlaksana dan harus ditunda.

Penyebabnya, terjadi kericuhan yang dilatari keberatan warga atas proses penaksiran nilai aset terdampak berikut harganya yang terlalu rendah.

Sempat terjadi adu mulut antara warga yang keberatan dengan tim pengadaan lahan. Setelah itu, warga langsung membubarkan diri sehingga tim pengadaan lahan memutuskan untuk menunda musyawarah tersebut. Ada beberapa hal yang mendasari sikap keberatan warga.

Warga menilai tim pelaksana pengadaan tanah tidak transparan terkait penilaian harga tanah milik warga yang akan dibebaskan untuk proyek tersebut.

Mereka datang ke pertemuan itu atas dasar undangan dari tim dan kemudian diminta menandatangani berkas acara ganti kerugian yang nilainya sudah ditetapkan oleh tim appraisal (penaksir nilai).

Sebelumnya memang sudah dilalui tahapan penaksiran aset warga.

Namun, warga berpendapat bahwa nilai yang ditetapkan itu terlampau rendah dibanding harga pasaran.

Besaran ganti kerugian yang ditawarkan dalam pertemuan itu cukup beragam dengan kisaran Rp900.000 hngga Rp1.200.000 per meter persegi lahan persawahan.

Adapun menurut warga, harga pasaran dari transaksi jual beli yang sudah ada sebelumnya mencapai Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per meter.

Selisih yang terlampau jauh inilah yang kemudian menjadi alasan keberatan warga tersebut.

"Setelah ada bandara, harga tanah di sini jelas ikut naik. Seharusnya kan tidak terlalu jauh selisihnya. Kalau kami menerima uang (kompensasi) itu, tidak cukup untuk beli tanah atau bangun rumah lagi," jelas Dukuh Siwates Kalidengen, Ribut Yuwono yang turut terdampak program pembangunan jalur rel kereta Bandara YIA tersebut.

Selain itu, warga juga tidak diberitahu terlebih dulu atas nilai kompensasi tanah yang didapatkan.

Mereka justru harus memutuskan persetujuannya terlebih dulu sebelum kemudian diberitahu nilai kompensasinya. Dalam musyawarah itu, satu per satu warga dipanggil tim pelaksana pengadaan tanah untuk pemerksaan berkas-berkas kepemilikan aset. Dilanjut dengan pemeriksaan besaran ganti rugi, penandatanganan berita acara, dan penyampaian besaran ganti rugi.

Warga lainnya, Ali Bahroji (72) dari Pedukuhan Girigondo, mengatakan sebagian besar warga tidak sepakat dengan nilai aset yang ditetapkan sehingga mereka memilih untuk meninggalkan lokasi musyawarah. Alasannya, nilai penggantian tanah per meternya terlalu rendah dan belum cukup untuk membangun rumah kembali.

Warga disebutnya tidak menuntut pengulangan proses penilaian lahan tapi hanya berharap tim pengadaan tanah lebih terbuka soal nilai yang ditawarkan.

"Harganya harus wajar sesuai pasaran. Kalau sudah ada kejelasan harga, barulah musyawarah setuju atau tidaknya," kata Ali.

Ia menyebut, warga sebetulnya sangat mendukung rencana pembangunan jalur kereta bandara tersebut dan merelakan tanah maupun rumahnya tergusur. Namun, kompensasi yang diberikan harus setimpal dan disesuaikan nilai pasaran maupun nilai kemanusiaan.

Atas sikap protes warga, Sekretaris Tim Pelaksana Pengadaan Lahan dari Badan pertanahan Nasional (BPN) DIY, Syamsul Bahri mengatakan musyawarah pada hari itu sedianya membahas bentuk kompensasi pembebasan lahan, bisa berwujud uang atau lainnya.

Tahap berikutnya, warga yang belum menyampaikan keputusan nantinya akan ditunggu hingga 14 hari setelah musyawarah dan akan dinyatakan telah setuju bila lewat batas waktunya.

Ganti rugi akan dititipkan di pengadilan negeri bila warga pemilik aset tidak datang dalam musyawarah atau belum memutuskannya hingga waktu yang ditentukan. Namun, karena musyawarah hari itu berakhir buntu dengan sikap keberatan warga, tahapan-tahapan itu belum bisa terlewati. Pihaknya menunda musyawarah dan akan menggelarnya kembali pada waktu yang belum ditentukan dan akan dikoordinasikan oleh tim.

Syamsul menegaskan bahwa tim sudah melaksanakan tahapan-tahapan pengadaan lahan sesuai prosedur.

Diawali inventarisasi dan identifikasi lahan yang hasilnya diumumkan dengan ditempel di balai desa maupun pedukuhan selama 14 hari. Jika ada warga yang keberatas atas hasil data inventarisasi dan identifikasi itu bisa mengajukan keberatan dan diverifikasi ulang. "Setelah verifikasi kemudian ditetapkan oleh ketua pelaksana dan jadi dasar penilai (appraisal) melakukan penilaian. Kita tidak punya kewenangan menentukan nilai. Pihak yang berhak menentukan nilai sesuai ketentuan undang-undang adalah appraisal yang sudah ditunjuk," kata Syamsul.


Musyawarah di Glagah dan Kalidengen Berjalan Lancar
Musyawarah penetapan ganti rugi itu dilakukan serempak di tiga desa terdampak pada hari itu, yakni Kaligintung, Kalidengen, dan Glagah.


Berbeda dengan Kaligintung, musyawarah di Kalidengen dan Glagah berjalan lancar tanpa kendala berarti.

Warga menyetujui hasil musyawarah beserta nilai kompensasi yang akan didapatkannya.

"Di sini kondusif dan masyarakat antusias. Tidak ada protes," jelas Kepala Desa Kalidengen, Sunardi.

Ada 171 bidang tanah di tiga pedukuhan di desanya yang terkena proyek pembangunan jalur kereta bandara tersebut, yakni, Pedukuhan Sidatan, serta Kalidengen I dan Kalidengen 2.

Total luasan lahan yang dibebaskan di desanya mencapai sekitar 4 hektare baik berupa tanah persawahan, lahan hunian dan pekarangan, serta tanah kas desa.

Ia mengaku tidak tahu persis berapa kompensasi yang didapatkan warga karena nilainya beragam.

Namun, nilai terendah untuk aset lahan yang diganti rugi sekitar Rp1 juta sedangkan lainnya mungkin bisa lebih dari itu.

"Tergantung lokasinya dekat jalan atau enggak. Mayoritas lahan yang kena berupa sawah, sekitar 90 persen. Ada yang kena habis, ada juga yang tidak. Kalau sisanya kurang dari 100 meter akan dibayar sekalian," kata Sunardi.

Hal serupa juga disampaikan Kepala Desa Glagah, Agus Parmono.

Menurutnya, ada 147 bidang tanah di desanya yang terkena proyek itu dan mencakup wilayah Pedukuhan Bebekan, Lohgede, Macanan, Sidorejo, serta Kretek.

Berupa areal persawahan, pekarangan, dan sekitar 8 rumah warga yang turut terimbas.

Ia juga mengaku tak tahu nilai kompensasi yang akan didapatkan warga namun dipastikannya cukup tinggi.


"Di Glagah berjalan aman dan semua terkendali. Nilainya tinggi karena desa kami kan dekat bandara langsung," kata Agus.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Tanah, Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah, Kementerian Perhubungan,Yurisal Elmianto mengatakan bidang tanah terdampak di Kaligitung sebanyak 133 bidang, Kalidengen 130 bidang, dan Glagah 155 bidang.

Pihaknya menargetkan pembayaran kompensasi pengadaan lahan bisa dilakukan sebelum akhir 2019 kepada warga yang sudah sepakat. Sedangkan untuk warga yang belum sepakat, kemungkinan bisa molor.

"Setelah ada kesepakatan, hasil laporan kegiatan kita ajukan ke Kementerian Keuangan dan pembayaran ganti rugi dilakukan melalui Lembaga Manahemen Aset Negara (LMAN). Prosesnya kita terus diawasi BPKP DIY," kata Yurisal. Ia mengaku tidak memiliki kewenangan terkait jadwal pembangunan fisik jalur rel kereta Bandara YIA tersebut. Namun, informasi yang didengarnya, konstruksi kemungkinan dilakukan mulai awal 2020.