Apa Itu Penyakit HANTAVIRUS
Oleh EKA BOEDI WIBAWA, SKM
Bila Anda atau orang yang Anda kenal mengalami gejala flu yang tak kunjung membaik lebih dari seminggu, segeralah memeriksakan diri untuk penyakit hantavirus.
Pasalnya, penyakit menular yang disebar oleh hewan pengerat terutama tikus ini sangat mungkin berkembang di lingkungan dan alam Indonesia. Selain itu, meningkatkan risiko penyakit menular baru (emerging infectious disease/EID), juga penyakit dari hewan ke manusia (zoonosis).
Apalagi, hantavirus jarang terdeteksi dan bisa berdampak fatal karena gejala awalnya kerap salah didiagnosis sebagai flu. Akibatnya membuat hantavirus termasuk dalam kelompok penyakit yang terabaikan (neglected diseases).
Penularan hantavirus bisa terjadi melalui kontak langsung dari tikus terinfeksi. Terutama jika ada luka terbuka. Misal, terpapar urine, feses, darah, atau air liur, juga tergigit.
Virus juga bisa menular lewat makanan hingga udara yang tak sengaja terhirup atau setelah terpapar debu ketika bersih-bersih wilayah yang telah terkontaminasi tikus. Transmisi antarmanusia pun bisa terjadi, tetapi sangat jarang. Selain itu, berada di lingkungan dengan jumlah populasi tikus tinggi juga berisiko tertular. Tingginya populasi bisa meningkatkan persaingan antartikus dalam mencari makan dan pasangan. Akibatnya, luka tikus akibat perkelahian tadi bisa menginfeksi manusia.
Penelitian yang diadakan di Kota Maumere menemukan bahwa banyaknya sampah dan kebiasaan penduduk membuang sampah sembarangan, termasuk lokasi dekat pasar sering menjadi tempat tikus bersarang.
Di dunia, 28 spesies hantavirus bisa menginfeksi manusia dan berkembang menjadi dua penyakit, yaitu hantavirus pulmonary syndrome (HPS) dan demam berdarah dengan sindrom renal (hemorrhagic fever with renal syndrome/HFRS).
Gejala awal keduanya sama, mirip flu. Kadang disertai muntah atau diare, termasuk ruam dan radang.
Setelah empat sampai 10 hari, tanda dan gejala yang lebih serius dimulai. Keduanya sama-sama menunjukkan tekanan darah rendah.
HPS menyerang paru-paru dan pernapasan yang ditandai batuk hingga sesak napas. Sementara HFRS langsung menyerang ginjal. Pun berkembang lebih lama ketimbang HPS, sekitar dua sampai delapan minggu.
Tingkat keparahannya bervariasi, tergantung jenis virus yang dibawa hewan pengerat.
Sementara itu, HFRS ditemukan di seluruh dunia, dan disebabkan lima spesies hantavirus, yakni virus Dobrava, Puumala, Saaremaa, Hantaan dan Seoul.
Virus Dobrava, Hantaan dan Seoul berkembang di Asia termasuk Indonesia. Penyakitnya meliputi demam berdarah Korea, demam berdarah epidemik, dan epidemi nephropathia, dengan tingkat keparahan sedang sampai berat.
Di Indonesia, HFRS akibat virus Seoul paling mendominasi. Penyakit ini dibawa dan disebar oleh brown/Norway rat (Rattus norvegicus) yang lebih dikenal sebagai tikus got. Tikus agresif yang mudah berkembang biak ini bukan spesies asli Indonesia. Ia menyebar ke seluruh dunia lewat jalur perdagangan.
Hantavirus pertama di Indonesia dilaporkan pada tahun 2002, dengan 11 kasus yang mulanya dikira Demam Berdarah Dengue (DBD).
Sejauh ini, hantavirus tidak memiliki pengobatan khusus. Perawatan yang diberikan hanyalah terapi yang berfokus pada pernapasan atau gangguan ginjal, termasuk pengobatan untuk tiap infeksi.
Untuk mencegah hal tak diinginkan, menyadari gejala lebih awal disarankan.
Ketika bersih-bersih rumah, terutama yang jarang dihuni atau membersihkan bagian langit-langit, buka semua pintu dan jendela setidaknya 30 menit sebelum pembersihan dimulai.
Bersihkan daerah kotor dengan lap basah yang direndam disinfektan. Hindari metode dry cleaning seperti menyapu atau menyedot debu.
Biasakan pula menutup makanan dengan tudung saji, dan membuang sampah dalam wadah tertutup.
Secara kebijakan program, Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo menindak-lanjuti Hasil Riset khusus vektora & reservoir penyakit di DIY yang dilaksanakan tahun 2017 di 3 Kabupaten : Kulon Progo, Bantul & Gunung Kidul, menunjukkan infeksi Hantavirus pada inang reservoir telah ditemukan di berbagai tipe habitat baik di pemukiman, lahan pertanian maupun hutan. Dari hasil tersebut didapat presentasi tikus positif Hantavirus sebesar 14,23 % dimana hasil tersebut menempati peringkat ketiga terbanyak dari 29 Provinsi di Indonesia yang telah dilakukan Rikhus Vektora.
Hasil survei vektor yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian & Pangan Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2019 menunjukkan adanya peningkatan populasi tikus di beberapa wilayah, untuk itu perlu dilakukan kewaspadaan dini terhadap kemungkinan peningkatan kasus Leptospirosis di masyarakat.
Kirim Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui Admin