Mengajar, Seni dan Tantangannya

04 Desember 2019
Dibaca 562 Kali

Mengajar adalah seni. Mengajar bukan sebatas ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah bahan mentah yang harus dimiliki oleh seorang guru. Seorang guru tidak menunjukan seni menampilkan kepintaran di hadapan para murid. 

Kepintaran seorang guru hanya akan sebatas rasa kagum dari para murid. Sedangkan yang dibutuhkan oleh para murid adalah kekaguman atas kepintarannya sendiri. Ini akan jauh lebih bertahan dalam diri anak didik. Kepintaran guru adalah motivasi bagi kepintaran anak didik.

"Belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup" mestinya menjadi credo yang dijalankan di setiap pembelajaran. Bagaimana anak dapat belajar sepanjang hayat? Anak dapat belajar sepanjang hayat hanya dengan cara mengajari mereka cara-cara belajar. 

"Mengajar adalah seni. Mengajar bukan sebatas ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah bahan mentah yang harus dimiliki oleh seorang guru."

Mereka belajar bukan untuk menghafal. Mereka belajar bagaimana berpikir. Ingatan anak didik akan lebih bertahan dengan apa yang mereka konstruksikan sendiri melalui proses berpikir. Apa yang dikatakan guru dalam kelas, bisa saja akan berakhir bersamaan dengan bel pulang sekolah.

Focus dan perhatian pembelajaran di kelas tertuju pada bagaimana cara belajar bukan untuk apa belajar. Hal yang penting dalam pembelajaran adalah murid harus berpikir sendiri. 

Anak didik adalah masa depan, mengajar adalah menyentuh masa depan. Memberi tahu mereka sebuah informasi adalah cara mengajar konvensional. Menyentuh masa depan berarti mengajari mereka menyerap informasi dan berpikir secara kritis terhadap informasi yang diterima. 

Informasi baru adalah konstruksi pengetahuan baru. Informasi baru akan menjadi sebuah pengatahuan apabila disaring, diolah dan ditarik manfaat untuk kehidupan mendatang.

Tidaklah susah mengajari anak didik untuk tahu cara-cara belajar. Mengutip pendapat John Dwey pakar psikologi pendidikan "anak adalah pembelajar yang aktif". 

Sebagai orang tua dan guru, kita menemukan fakta empiris atas pemikiran Dwey. Mereka akan bosan mendengarkan penjelasan yang bertele-tele dari orang dewasa. 

Mereka akan lebih banyak mencari tahu dengan bertanya dan mencoba sendiri hal-hal baru yang mereka temukan. Berilah mereka "hal baru" itu dan biarkan mereka bertanya dan mencobanya sendiri. Itulah proses mengajar yang efektif, menjadikan anak berpikir.

Proses berpikir atas hal baru yang diterima oleh anak didik berarti berkonsentrasi pada upaya penyesuaian diri dengan lingkungan. Tanpa proses penyesuaian dengan lingkunagan, proses belajar akan menemui jalan buntu. 

Penyesuaian dengan lingkungan bukan berarti meaksakan anak didik mengikuti apa yang diterima. Penyesuaian dengan lingkungan merupakan hasil reflektif atas proses berpikir terhadap hal baru yang diterima. Proses belajar demikian adalah proses belajar pemecahan masalah secara reflektif.

Sebagai sebuah profesi, guru perlu memiliki kompetensi pedagogig untuk menujang ketercapaian mengajar yang efektif. Tetapi, yang harus disadari bahwa tidak ada teori tentang mengajar yang dapat dijadikan patokan ilmiah dalam mengajar. 

Mengajar adalah seni yang terkadang mengabaikan saran-saran ilmiah. Mengajar adalah proses spontanitas, mengalir tanpa kaku pada hierarki pembelajaran, dan merupakan improvisasi guru dalam upaya mencapai kompetensi pembelajaran. 

Ingat, kompetensi selalu berupa garis besar capaian pengetahuan yang perlu dipelajari oleh para peserta didik.

Kekakuan pada tata urutan pembelajaran hanya akan menjadikan kelas monoton. Improvisasi dan spontanitas dari guru justru akan memberi warna berbeda dalam setiap pembelajaran. Dengan demikian rasa bosan yang menghambat proses berpikir anak didik akan sirna.

Penguasaan teknologi dan penguasaan pengetahuan yang ter-update tentu akan menjadi modal penting bagi guru untuk berimprovisasi di kelas. Kita tidak mungkin menuangkan sesatu dari teko kosong ke dalam gelas kosong. 

Untuk dapat mengajar, kita perlu belajar. "orang pintar belajar, orang bodoh mengajar" dapat kita jadikan pemantik semangat belajar sepanjang hayat. Hanya pribadi yang tak pernah berhenti belajar yang dapat menjadi pengajar sejati.

Keahlian professional guru pun perlu menjadi isi "teko" seorang pengajar. Profesionalitas dalam mengajar adalah keniscayaan. Untuk mengajar seorang guru perlu menyiapkan diri dengan mengusai materi pembelajaran. 

Menguasai materi tidak cukup untuk menjadikan anak belajar di kelas. Tanpa ada penetapan tujuan yang terukur, dan menyusun rencana untuk mencapai tujuan pembelajaran, materi yang dikuasai akan mati. 

Tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran harus ditunjang dengan sebuah rencana yang matang untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tanpa perangkat pembelajaran, materi yang disampaikan guru tidak bernilai lebih dari sebuah buku teks pelajaran yang tidak dibaca peserta didik.

Agar tidak keluar dari upaya membentuk cara-cara belajar, maka rencana yang disusun sedemikian rupa harus menantang sekaligus menarik. Kelas jangan dipandang sebagai ruang tempat berkumpul anak didik. Kelas bukan sekedar gedung yang terisi dengan meja dan bangku. Kelas mesti dimodifikasi sebagai lingkungan belajar yang menarik dan menantang. 

Jika perlu, kelas merupakan lapangan luas tempat anak didik bermain mengkonstruksikan pengetahuannya. Keprofesionalitasan seorang guru dapat terlihat dari kemampuan manajemen kelas yang mendukung kegiatan belajar. 

Yang perlu ditinjau adalah penantaan ruang kelas, pengorganisasian kelompok, penataan sumber-sumber belajar, penataan tempat publikasi karya, dan display kelas yang mendukung.

Sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik, guru bukanlah satu-satunya penempah pribadi anak didik. Ada orang tua yang justru merupakan pengajar dan pendidik utama dari setiap anak didik. Oleh karena itu, hubungan antar guru dengan orang tua peserta didik merupakan hubungan mutualisme yang saling menopang. 

Guru tidak dapat berjalan sendiri untuk mendidik anak, sebagaimana orang tua tidak dapat mengajarkan banyak hal kepada anak didik. Kemampuan berkomunikasi yang baik adalah kunci membangun hubungan yang baik dengan orang tua murid. 

Mendengar, mengatasi masalah peserta didik, mengatsi hambatan komunikasi verbal, mendorong dan memotivasi anak didik adalah bentuk komunikasi guru bersama orang tua yang dikembangkan.

Komitmen dan motivasi adalah hal terakhir yang perlu ada dalam diri seorang guru dalam upaya membelajarkan anak didik. Terkadang, melakukan aktivitas yang sama akan menjadikan kita jenuh. 

Berilah perhatian kepada anak didik. Anak didik yang beragam memiliki keunikannya masing-masing. Jadikan keunikan anak didik sebagai motivasi yang membakar semangat mengabdi. 

Berupaya untuk tetap menyadari pribadi sebagai guru dengan memperhatikan sikap yang baik dan perilaku yang terpuji, berpenampilan yang sopan merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan untuk tetap menjaga konsistensi komitmen untuk mendidik. 

Sebagai catatan, kita akan semakin berkomitmen dan termotivasi manakala setiap hal baik yang kita perlihatkan kepada peserta didik juga menjadi sikap, perilaku dan penampilan dari peserta didik. Keberhasilan anak didik dikemudian hari adalah motivasi berharga yang tak bisa didapatkan tanpa menunjukan komitmen dan motivasi dalam diri. (Vj)

 Sumber