Cerdaskan Petani dengan Rumah Koran

05 September 2019
Dibaca 264 Kali

KBR, - Sekelompok anak terlihat asik belajar menulis dan membaca di sebuah ruangan yang sangat sederhana. Seluruh dindingnya ditutupi koran bekas dengan lantai masih berupa tanah. Luasnya sekira 3x5 meter saja. Mereka duduk di sebuah kayu lapuk yang difungsikan sebagai bangku.

Ruangan ini adalah rumah koran. Tempat anak-anak dan petani belajar. Dulunya rumah koran adalah kandang bebek. Jamaluddin, 30 tahun menyulap kandang bebek ini menjadi rumah baca bagi anak-anak dan petani sekitar yang buta huruf dan putus sekolah.

Rumah koran ini terletak di Desa Kanreapia, di kaki Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. Jamaluddin mengungkapkan, alasan ia mendirikan rumah koran ini agar anak-anak dan warga di desa punya wadah untuk belajar.

"Tujuannya adalah bagaimana kemudian ada wadah belajar di petani dan di pedesaan. Dari Rumah Koran ini kemudian kita menginginkan ada perubahan-perubahan pola pikir di masyarakat," kata Jamaluddin.

Kelas di rumah koran terbuka untuk siapapun. Muridnya mulai dari petani muda, petani tua, sampai anak-anak. Salah satu petani yang belajar di rumah koran adalah Misa. Petani perempuan berusia 40 tahun itu belajar membaca. Meski mengalami kesulitan ia mengaku senang karena saat ini mulai bisa menulis dan membaca.

"Dulu saya tidak bisa baca. Pak Jamal itu ji, ngajar anak-anak, ngajar saya. Sekarang belum lancar tapi, ya tahu tau sedikit (Dulu saya tidak bisa membaca. Pak jamal yang mengajari anak-anak, mengajari saya juga. Sekarang belum lancar tapi sudah tahu sedikit)," katanya.

 

Lewat baca tulis, Jamaluddin yang lulusan S2 Magister Manajemen ini kembali untuk membangun desa kelahirannya. Tak hanya itu, melalui rumah koran ini, ia juga mulai memasukkan ide-ide baru kepada para petani. Termasuk soal pertanian organik.

"Kami melihat, pada saat petani, dia mengaplikasikan produk-produk bahan kimia di lahan mereka, mereka tidak menggunakan pengaman di diri mereka. Mereka tidak menggunakan masker, mereka tidak menggunakan kaos tangan, dan pengaman-pengaman yang lain, sehingga kesehatan di petani itu sangat rawan," kata Jamal

Petani bernama Misa, yang juga buta huruf, sudah kena getahnya. Menurutnya, sebelum beralih ke pertanian organik, ia kerap merasa gatal usai menggunakan pestisida atau bahan kimia untuk lahan pertaniannya. Sejak beralih ke pertanian organik, ia mengaku hasil panen sayurannya lebih disukai pelanggan.

"Biasa kalau sudah pegang pupuk, gatal-gatal tangan. Kalau sekarang organik tidak ji, baik mi. Baik itu tanamannya kalau pakai organik, hijau i, na suka i pedagang. Kalau ada orang datang lihat lihat, baik ke na lihat, karena hijau i, kalau pakai organik,  itu mi, (Dulu kalau pakai pupuk biasa suka gatal, sekarang tidak lagi. Kalau pakai organik, tanamannya disukai pedagang dan pelanggan yang lihat juga suka karena hijau dan segar)" kata Misa.  

Cita-cita Jamaluddin adalah mewujudkan Kanrepia semakin maju. Salah satunya dengan mengedukasi kelompok tani yang ada untuk menerapkan konsep pertanian organik. Menurut Jamaluddin, ada sekitar 5.000 petani di Desa Kanreapia. Ia bercita-cita mewujudkan desa ini sebagai kampung sayur dan desa organik.

"Setengah dari jumlah petani itu sudah beralih ke pertanian organik. Selalu saya sampaikan bahwa pertanian organik membawa pertanian kita jauh lebih menarik. Pertama, pemasarannya jauh lebih luas. Kemudian dari segi unsur hara tanah itu juga jauh lebih bagus, sehingga produktivitas dari lahan tersebut akan jauh lebih tinggi. Kemudian yang paling utama adalah kesehatan petani. Ketika petani sudah menggunakan produk-produk organik maka kesehatan petani jauh lebih sehat. Sehingga petani sehat, konsumen sehat," katanya. 

 

Selalu saya sampaikan bahwa pertanian organik membawa pertanian kita jauh lebih menarik.

- Jamaluddin - Rumah Koran

 

Ibrahim, adalah salah satu petani muda dari Dusun Simbang, Desa Erelembang, kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Ia ikut menerapkan konsep pertanian organik yang didapatnya dari Jamaluddin.

Ia mengaku ada banyak perubahan yang dia rasakan setelah menjalankan pertanian organik. Pendapatannya meningkat dan produknya lebih diminati di pasaran.

"Kalau perbedaan omzetnya, dari segi modal, kita sudah bisa menghemat mungkin di atas 50 persen. Dari segi hasil, bisa bersaing, tergantung dari kondisi cuaca saja, kalau dari segi hasil. Kemudian dari kualitas hasilnya, jauh lebih bagus, lebih untuk kesehatan lebih bagus ini yang organik. Kemudian untuk ketahanan hasilnya jauh juga lebih tahan kalau organik kita pakai," ujarnya.

Saat ini Jamaluddin sudah membuat 10 Rumah Koran di desa-desa sekitar Kanreapia. Ia ingin membuat para petani lebih cerdas. Dan ini dimulai dengan bisa baca tulis.

"Mereka harus melanjutkan pendidikan mereka, mereka harus berpendidikan, sekolah, tidak putus sekolah, mereka tidak menikah dini, mereka mampu kuliah, kemudian mereka menjadi generasi petani yang berpendidikan," jelas Jamaluddin.

 

Jamaluddin juga berharap, petani Indonesia tak terjebak pada sistem konvensional.

 

"Karena ketika tidak ada petani, maka tidak akan ada makanan. Sehingga para petani juga harus punya pendidikan, dan petani yang punya pendidikan pasti akan mempunyai cara bertani yang berbeda. Sehingga, petani yang berpendidikan ini bisa berdaya saing dan kemudian dia mampu memasarkan hasil-hasil pertanian secara online. Dia mampu menjadi petani yang bisa memasarkan hasil pertanian mereka lebih luas," harapnya.  

Â