Musim Penghujan, Potensi Penyakit DBD dan Leptospirosis di Kulonprogo Meningkat
Musim penghujan berpotensi memicu beberapa peningkatan jumlah penyakit di Kabupaten Kulonprogo.
Dua di antaranya adalah demam berdarah dengue (DBD) dan leptospirosis.Â
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Kulonprogo, Baning Rahayujati, mengatakan pada tahun ini kedua penyakit tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.Â
Merujuk data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo hingga akhir November 2020, penyakit DBD tercatat sebanyak 322 kasus dan penyakit Leptospirosis tercatat 31 kasus.Â
Kedua penyakit tersebut mengalami peningkatan dibandingkan pada 2019 dimana penyakit DBD sebanyak 296 kasus dan Leptospirosis sebanyak 29 kasus.Â
Selanjutnya, peningkatan juga terjadi pada angka kematian dari kedua penyakit tersebut.Â
"Pada tahun ini kasus kematian yang disebabkan Leptospirosis sebanyak 7 kasus dari tahun sebelumnya 2 kasus dan DBD sebanyak 2 kasus. Peningkatan itu terjadi karena keterlambatan dalam penanganan. Apalagi penyakit Leptospirosis gejalanya hampir 80 persen sama dengan Covid-19 karena banyak yang tidak disertai dengan gejala," kata Baning, Rabu (2/12/2020).Â
Terlebih, dataran rendah menjadi wilayah yang menjadi kasus temuan penyakit DBD cukup tinggi seperti Kapanewon Wates, Nanggulan dan Panjatan.Â
Hal itu disebabkan karena nyamuk Aedes aegypti hanya bisa hidup di ketinggian kurang dari 500 meter.
"Kalau ketinggian lebih dari itu harusnya nyamuk itu tidak bisa hidup. Namun diduga terjadinya pemanasan global, suhu di pegunungan juga makin tinggi sehingga keberadaan nyamuk itu mulai ada. Hasil survei membuktikan nyamuk aedes aegypti ada di wilayah Kokap yang notabene dataran tinggi," terang Baning.Â
Sementara untuk penyakit Leptospirosis sering terjadi di dataran tinggi seperti Kokap dan Samigaluh.Â
Baning juga mengatakan untuk penyakit diare pada tahun ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.Â
"Diare relatif turun pada tahun ini. Penurunan itu kemungkinan diduga karena bersamaan dengan adanya Covid-19 sehingga masyarakat sering mencuci tangan dengan memakai sabun," ucapnya.Â
Oleh sebab itu, selain protokol kesehatan Covid-19, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di rumah juga harus dijalankan melalui program satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik) tanpa harus menunggu kader datang ke rumah.Â
Sehingga diharapkan dapat memutus mata rantai penyebaran penyakit dan mempercepat dalam menangani penyakit tersebut.Â
Dalam situasi seperti ini, pihaknya juga memperbarui pengetahuan kepada para tenaga kesehatan baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta untuk mengingatkan kembali dalam upaya penanganan.
Terkait dengan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan adanya fenomena La Nina yang berpotensi meningkatkan curah hujan di beberapa wilayah yang puncaknya terjadi pada Februari 2021 mendatang, ia mengimbau kepada masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS).Â
"Apabila protokol kesehatan dan PHBS tetap dilakukan penyakit apapun akan menurun," ujarnya.Â
Sebab pada musim penghujan tingkat kelembapan, suhu dan lingkungan membuat bibit penyakit bisa berkembang biak lebih cepat.
Sumber : tribun jogja
Â
Kirim Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui Admin